Wednesday, May 2, 2007

WARTAWAN=BURUH


Puluhan anggota AJI Kediri turun jalan

Kediri Puluhan wartawan se-Karisidenan Kediri yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri melakukan aksi unjuk rasa di alun-alun Kota Kediri. Mereka menuntut pemerintah lebih memperhatikan nasib buruh, termasuk wartawan.

Dengan membawa puluhan pamflet dan spanduk besar bertuliskan "Wartawan Juga Buruh", para wartawan yang bekerja di sejumlah media cetak, televisi, radio, dan online melakukan orasi di tepi jalan.

Dalam aksi itu, AJI Kediri menuntut perusahaan media meningkatkan kesejahteraan bagi para jurnalis. Mereka menganggap gaji yang diberikan perusahaan kepada wartawannya masih jauh dari layak. Padahal terkadang mereka juga dibebani mencari iklan untuk keberlangsungan medianya.

"Nasib wartawan di Indonesia masih jauh di bawah standard kehidupan yang layak. Perusahaan media wajib memikirkan nasib mereka. Wartawan juga buruh," kata Danang Sumirat, wartawan SCTV dalam orasinya.

Sementara itu, Beni Kurniawan, stringer TPI yang meliput wilayah Karisidenan Kediri mendesak kepada pemilik media untuk lebih memperhatikan nasib mereka. Menurut Beni, selama ini wartawan di daerah hanya dipandang sebelah mata oleh para pemilik media. Sehingga ketika ada kebijakan khusus menyangkut penggabungan sejumlah media, stringer seperti dirinya tidak ada yang mengurus.

"Kami tidak tahu lagi harus menyampaikan nasib kami kepada siapa. Dengan adanya rencana penggabungan tiga stasiun televisi, yaitu RCTI, Global TV dan TPI, saya yang selama ini membaktikan diri saya kepada TPI, sama sekali tidak mendapat posisi. Saya berharap para bos memikirkan orang kecil seperti saya," kata Beni.

Selain berorasi, para wartawan juga membagi-bagikan selebaran berisi tuntutan agar perusahaan media memperhatikan dan meningkatkan nasib para wartawan. Selain itu juga memprotes segsla bentuk pemberangusan terhadap berdirinya Serikat Pekerja Pers. (Hari Tri Wasono)

Tuesday, May 1, 2007

AKSI DAMAI MAY DAY


Puluhan Wartawan se-Eks Karesidenan Kediri Turun Jalan
* Tuntut Perbaikan Nasib
KEDIRI –RADAR- Puluhan wartawan yan tergabung di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri dari berbagai daerah liputan se-Eks Karesidenan Kediri, Selasa (1/5) turun jalan memperingati Hari Buruh Internasional (May Day), 1 Mei di alun alun Kota Kediri.
Menurut Dwijo Utomo Maksum Ketua AJI Kediri turunya wartawan di AJI dalam rangka hari buruh internasional ini merupakan saat yang tepat untuk mengingatkan negara dan pengusaha agar selalu memperhatikan hak dan kepentingan pekerja.
“Jurnalis adalah buruh. Itulah kenyataannya. Sayang, hingga kini, nasib jurnalis masih belum secerah yang diharapkan. Upah jurnalis masih jauh dari kata layak. Jika dibandingkan dengan upah jurnalis Malaysia ataupun Thailand, gaji jurnalis Indonesia hanya seperempatnya,” kata Dwijo dalam orasinya.
Ditambahkan Dwijo berdasarkan survey Dewan Pers, saat ini tersebar 829 media cetak, 2.000-an stasiun radio, dan 65 stasiun televisi. Namun, perusahaan media cetak yang berkualitas hanya 249 perusahaan atau 30%, sementara media elektronik yang layak bisnis cuma 10.
“ Dari survey tersebut jelas begitu mudah pemodal mendirikan perusahaan media, tapi tak memperhitungkan kelayakan kesejahteraan pekerjanya. Pengusaha media kerap berlindung di balik rendahnya tiras, iklan yang minim, dan lain-lain, untuk tidak menaikkan upah dan kesejahteraan pekerjanya. Celakanya pula, di Indonesia belum ada regulasi yang mengatur tentang kelayakan modal sebuah perusahaan media bisa berdiri, termasuk berapa besar perusahaan media minimal harus mengupah pekerjanya,” tambahnya.
Pendapat yang sama juga dilontarkan Fadli Rahmawan Kontributor Trans TV di wilayah Kediri yang beberapa kali mengkuti pelatihan serikat pekerja yang dilakukan AJI Indonesia.
Menurutnya berdasarkan survei AJI Indonesia pada 2005, masih ada media yang menggaji jurnalisnya Rp 200 ribu sebulan. Sebuah angka yang masih sangat jauh dari upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Akibatnya, mutu liputan jadi asal-asalan, dan banyak jurnalis yang terjebak di dalam pusaran amplop.
“ Padahal menurut survei AJI Jakarta tahun 2006, upah layak minimum jurnalis Jakarta sebesar Rp 3,1 juta. Tentu jumlah tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi inflasioner saat ini. Angka ini bukanlah angka yang muluk. Jurnalis bisa meraihnya dengan cara perjuangan bersama. Solidaritas, berorganisasi, berserikat adalah kuncinya,” katanya
Dari catatan AJI Kediri perjuangan jurnalis melalui serikat pekerja, harus diakui, membutuhkan stamina yang panjang. Tak jarang terjadi manajemen menghalangi sikap kritis jurnalisnya. Tindakan anti-serikat masih kental terasa di beberapa media. Padahal hak berserikat dilindungi oleh Undang-Undang 21/2000 tentang Serikat Buruh/Pekerja.
Contoh telanjang yang bisa kita lihat adalah pemecatan jurnalis Kompas, Bambang Wisudo, Desember silam. Pendepakan Wisudo yang tak lain adalah sekretaris Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK), sangat kental beraroma pemberangusan aktivitas serikat pekerja (union busting). Wisudo dimutasi ke Ambon—sementara Syahnan Rangkuti (ketua PKK) dimutasi ke Padang—setelahbeberapa waktu sebelumnya PKK berhasil mendesak manajemen Kompas untuk memberikan deviden saham karyawan sebesar 20%
Dalam aksi yang digelar pukul 07.00 WIB dan diikuti oleh 50 wartawan AJI Kediri tersebut dikawal puluhan aparat keamanan ini juga mengeluarkan 7 pernyataan sikap. Antara lain Menolak segala bentuk penindasan dan pelanggaran terhadap hak-hak buruh seperti dijamin dalam kesepakatan ILO (International Labour Organization). Kedua negara dan pengusaha menjamin buruh menyampaikan aspirasi dalam koridor hukum
Ketiga, mendukung semua perjuangan kaum buruh menuntut kehidupan yang lebih baik. Keempat, kebebasan berserikat di media, kelima mengecam segala bentuk tindakan yang ditujukan untuk memberangus keberadaan Serikat Pekerja Pers. Keenam menghimbau agar media memberi upah layak kepada jurnalis agar jurnalis bisa profesional dan tidak terjebak menjadi wartawan amplop dan yang terakhir menghimbau seluruh pekerja media bersatu. (aro)
SBGN Akhirnya Hanya Gelar Doa Bersama
SEMENTARA ITU, Serikat Buruh Gema Nusantara (SBGN) Unit PT Gudang Garam Tbk yang rencanannya akan menggelar aksi terkait hari buruh internasional akhirnya gagal melakukan aksi, karena perusahaan rokok terbesar di Indonesia ini tidak mengijinkan.
Sebagai gantinya mereka menggelar doa bersama di sekretariat SBGN di Unit III PT GG Tbk. Menurut Imam Musthofa Ketua SBGN meski tidak turun jalan dan hanya melakukan doa bersama ia berharap hak-hak buruh tetap diperhatikan oleh perusahaan. Sebab tanpa buruh perusahaan tidak bisa jalan demikian juga sebaliknya,” Namun perlu diingat buruh bukanlah sapi perahan,” katanya. (aro)

Tuesday, March 13, 2007

Surat Protes Buat Kapolres Nganjuk Atas Penghapusan Paksa Hasil Liputan Kontributor RCTI

Kepada
Yth. AKBP Wirdhan Denny
Kepala Kepolisian Resort Nganjuk
Di Tempat

Dengan hormat.

Bersama surat ini, kami para wartawan yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri yang membawahi wilayah Eks Keresidenan Kediri, menyatakan keprihatinan yang mendalam atas insiden yang menimpa rekan kami, Mochtar Bagus (kontributor RCTI wilayah Nganjuk) saat melakukan tugas peliputan di Markas Kepolisian Sektor Kertosono pada Senin, tanggal 5 Maret 2007 sekitar pukul 17.15 wib.

Ketika sedang menjalankan tugas jurnalistiknya, Mochtar Bagus mendapat perlakuan yang sangat melanggar hak asasi manusia dan profesionalisme. Tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi itu berupa pemaksaan dan intimidasi agar Mochtar bagus menghapus rekaman gambar audio visual, hasil reportse yang dilakukannya. Ironisnya, perlakuan itu justru dilakukan oleh Kepala Polsek Kertosono, AKP Masherley di ruang kerjanya sendiri di Markas Polsek Kertosono, bersama anak buahnya. (Kronologis Peristiwa Terlampir).

Dalam posisi tertekan dan terjejas, Mochtar Bagus tidak berdaya dan terpaksa menuruti permintaan menghapus rekaman gambar. Tindakan Kepala Polsek Kertosono dan anak buahnya itu jelas-jelas sebuah tindakan melanggar hukum, khususnya Undang Undang
Pokok Pers No 40/1999.

Untuk itu, kami seluruh anggota AJI Kediri menyatakan:

1.Menuntut Kepala Polres Nganjuk menindak tegas AKP Masherley atas tindakannya yang tidak mencerminkan filosofi “Mengayomi dan Melindungi Masyarakat”.

2.Menuntut Kepala Polres Nganjuk memberikan sangsi kepada AKP Masherley sesuai aturan yang berlaku di korp Polri.

3.Menuntut Kepala Polres Nganjuk memberikan pembinaan dan pemahaman kepada AKP Masherley tentang dunia pers dan jurnalistik, sehingga insiden seperti tersebut di
atas tidak terulang.

4.Menuntut AKP Masherley meminta ma’af kepada saudara Mochtar Bagus, baik secara lesan maupun tertulis.

5.Menuntut Kepala Polres melaporkan ke Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jawa Timur terkait pengusutan kasus tersebut.

Demikian surat ini kami sampaikan dengan penuh rasa tanggungjawab dan penuh rasa damai, semata-mata untuk menegakkan hukum, demokrasi dan hak asasi manusia. Untuk itu, jika tuntutan kami tidak dipenuhi, kami akan melakukan langkah-langkah hukum selanjutnya. Terima kasih.

Kediri, 6 Maret 2007

Ketua AJI Kediri
Dwidjo Utomo Maksum

Koordinator Divisi Advokasi
Hari Tri Wasono

Tembusan:
1. Kepala Kepolisian Republik Indonesia di Jakarta
2. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur di Surabaya
3. Kepala Kepolisian Wilayah Kediri di Kediri
4. AJI Pusat di Jakarta
5. AJI Kota di Seluruh Indonesia
6. Dewan Pers di Jakarta
7. Pemimpin Redaksi RCTI di Jakarta
8. Kepala Biro RCTI Jawa Timur di Surabaya
9. Bupati Nganjuk
10. Komnas HAM
11. Media Massa
12. Arsip.

LAMPIRAN
Kronologis
(Berdasarkan testimoni kontributor RCTI Mochtar Bagus kepada tim investigasi AJI Kediri).

Pada hari Senin, tanggal 5 Maret 2007, sekitar pukul 17.15 WIB, kontributor RCTI Mochtar Bagus melakukan liputan di Mapolsek Kertosono, terkait kasus yang sedang ditangani aparat Polsek Kertosono. Pada saat Mochtar Bagus melakukan pengambilan gambar dua orang yang sedang diperiksa polisi, tiba-tiba datang seorang lelaki yang mengaku dari Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Nganjuk yang langsung menghalang-halangi proses pengambilan gambar.

Lelaki itu minta Mochtar bagus menunjukkan ID Card kontributor RCTI. Tanpa berpanjang kata, Mochtar menyerahkan ID Card dan meneruskan proses pengambilan gambar. Selanjutnya lelaki itu memaksa Mochtar menghentikan pengambilan gambar dan menghapus semua gambar yang telah direkam. Anehnya, tindakan lelaki itu dilakukan di ruang kerja Kepala Polsek Kertosono, AKP Masherley, disaksikan anak buahnya.

Melihat tindakan menghalang-halangi jurnalis dalam menjalan tugasnya, Kepala Polsek Kertosono, AKP Masherley tidak berusaha membantu Mochtar Bagus, namun justru ikut-ikutan melarang Mochtar melakukan pengambilan gambar. Bahkan AKP Masherley, anak buahnya serta lelaki oknum Dispora itu bersama-sama memaksa Mohchtar dengan sangat intimidatif agar menghapus semua gambar hasil liputan yang sudah terekam di dalam kamera. Jika tidak dihapus, Mochtar dilarang meninggalkan Markas Polsek Kertosono.

Karena merasa terintimidasi dan terdesak, Mochtar berniat menelepon Kapolres Nganjuk, AKBP Wirdan Denny untuk melaporkan perlakuan anak buahnya. Namun hal itu langsung dicegah AKP Masherley dengan dalih akan menghubungi atasannya sendiri. Selanjutnya, AKP Masherley kembali memaksa Mochtar menghapus rekaman gambar di dalam kameranya.

Karena merasa terintimidasi dan ketakutan, Mochtar menghapus semua gambar di dalam kameranya dengan cara menindas gambar tersebut. Saat proses penghapusan, di belakang Mochtar berdiri oknum dari Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Nganjuk dan salah seorang anak buah Kapolsek Kertosono. Selama proses penghapusan itu, secara otomatis kamera yang diletakkan di atas meja AKP Masherley itu merekam semua pembicaraan antara AKP Masherley dengan lelaki yang mengaku dari Dinas Pendidikan dan Olahraga itu. Sementara Mochtar Bagus diminta keluar ruangan Kapolsek.

Dalam perbincangan itu, terekam suara AKP Masherley yang meminta dengan nada tinggi kepada Mochtar untuk tidak meliput kasus itu, termasuk perbincangan AKP Masherley dengan seseorang yang diperkirakan sebagai atasannya (AKBP Wirdhan Denny) melalui telepon. Dalam perbicangan tersebut, AKP Masherley melaporkan sudah berhasil meminta Mochtar menghapus semua gambar yang diambil.

Sekitar 13 menit kemudian, AKP Masherley baru menyadari jika semua perbincangannya terekam ke dalam kamera. Selanjutnya ia meminta kepada Mochtar menghapus rekaman suara tersebut. Karena tidak dipenuhi, AKP Masherley naik pitam dan meminta kepada Mochtar menyerahkan kaset rekaman yang berada di dalam kamera Mochtar.

Pada saat yang bersamaan, sejumlah wartawan datang ke Markas Polsek Kertosono untuk meliput kasus yang sedang ditangani Polsek Kertosono. Mereka adalah, Budi Sutrisno (SCTV), Yusuf Saputro (Lativi), Beny Kurniawan (TPI), Nursalam (TRANS TV), Miftahul Arif (ANTV), Canda Adi Surya (TVRI) dan Dwidjo Utomo Maksum (TEMPO).

Melihat kedatangan para wartawan itu, AKP Marsheley dan anak buahnya mencoba bersikap simpatik, sehingga niatnya untuk merampas dan menghapus rekaman kaset itu tidak berlanjut. Akhirnya Mochtar Bagus dan para wartawan langsung meminta kamera berisi rekaman itu dan langsung meninggalkan Markas Polsek Kertosono di bawah hujan lebat.(*)

Klarifikasi Pencatutan Nama AJI di Trenggalek (Ketika Nama AJI Dijual Untuk Kepentingan Pribadi)

PENGURUS ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN (AJI) KEDIRI
Sekretariat: Donayan Gg. I No 39, Kelurahan Semampir, Kota Kediri
Nomor : 09/09/06/AJI.KDR.
Perihal : Pemberitahuan dan Klarifikasi Pencatutan Nama AJI

Kepada Yang Terhormat,
Bapak/ Ibu Kabag Humas Pemkab Trenggalek
Di Tempat

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam silaturahmi kami sampaikan semoga bapak/ibu selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa dan selalu sukses dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Amin.

Sehubungan dengan adanya informasi tentang pengajuan proposal permintaan bantuan dana dengan mengatasnamakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri disejumlah Dinas dan Kantor di lingkungan Pemkab Trenggalek. Kami pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, memberitahukan bahwa:

Selama ini pengurus AJI Kediri tidak pernah mengeluarkan proposal permohonan bantuan dana dalam bentuk apapun. Sehingga dengan ini kami meminta agar Pemkab Trenggalek tidak berkenan memberikan bantuan dalam bentuk apapun, bagi siapapun yang meminta bantuan dengan mengatasnamakan AJI Kediri.

Selain itu AJI Kediri tidak pernah mengeluarkan statemen seperti yang dimuat Tabloid Realita, edisi Kamis 24 Agustus 2006 dengan judul "Kejaksaan bidik Depag. Dugaan penyalahgunaan SK CPNS tahun 2004 di Trenggalek".

Demikian surat pemberitahuan ini kami buat sebagai bentuk klarifikasi dan kiranya dapat digunakan segaimana mestinya. Atas perhatian bapak/ibu kami sampaikan terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Kediri, 4 September 2006
Hormat kami,
Pengurus AJI Kediri

Dwidjo Utomo Maksum
Ketua

Panji Itu Akhirnya Dikibarkan

DEKLARASI PENUH KESEDERHANAAN

Salam,
Kawan-kawan yang baik, setelah melalui proses perjuangan yang cukup melelahkan, akhirnya AJI Persiapan Kediri secara resmi dideklarasikan setelah didahului Konferensi Pemilihan dan Pembentukan Pengurus AJI Persiapan Kediri Periode 2006-2009 pada hari Sabtu, tanggal 1 April 2006.

Satu hal yang sangat membahagiakan kawan-kawan anggota AJI Persiapan Kediri, Konferensi dan Deklarasi dihadiri oleh Sdr. Abdul Manan (Sekretaris Jenderal AJI Indonesia) dan Sdr. Sunudyantoro (pengurus AJI Indonesia).

Selain itu kehadiran kawan-kawan seperjuangan seperti, Iman Dwianto (Ketua AJI Surabaya) dan Bibin Bintariadi (Ketua AJI Malang) selaku perekomendasi turut memberikan sugesti besar bagi temen-teman panitia konferensi dan deklarasi berhasil menuntaskan semua agenda dengan sukses dan lancar.

Semoga kehadiran AJI Persiapan Kediri bisa menambah kekuatan bagi perjuangan mewujudkan visi dan misi perjuangan AJI sejak dideklarasikan di Sirnagalih.

Berikut hasil ketetapan presidum sidang dan susunan pengurus AJI Persiapan Kediri Periode 2006-2009.


KETETAPAN KONFRENSI ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN (AJI) PERSIAPAN KEDIRI
No: 01/ Konfrensi I/ AJI Kediri/ 2006 Tentang Penetapan Ketua dan Sekretaris AJI Persiapan Kediri.

Menimbang:

1. Bahwa diperlukan adanya Ketua dan Sekretaris AJI Persiapan Kediri untuk menjalankan organisasi
2. Konferensi telah dilaksanakan secara demokratis memilih dan menetapkan ketua dan sekretaris AJI Persiapan Kediri

Mengingat:
1. Pasal 11 dan 13 Anggaran Dasar (AD)
2. Pasal 16 Anggaran Rumah Tangga (ART)

Memutuskan/Menetapkan
1. Dwidjo Utomo Maksum sebagai Ketua AJI Persiapan Kediri Periode 2006-2009
2. Nur Salam sebagai Sekretaris AJI Persiapan Kediri Periode 2006-2009

Disahkan di Kediri, 1 April 2006 Pukul 23.35 WIB.

Presidium Sidang:
Hari Tri Wasono
Hamluddin
Eddy Purwanto


SUSUNAN PENGURUS ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN (AJI)PERSIAPAN KEDIRI PERIODE 2006-2009.

KETUA : DWIDJO UTOMO MAKSUM
WAKIL KETUA I : ABDUL AZIZ
WAKIL KETUA II : AHMAD AMRULLAH
SEKRETARIS I : NUR SALAM
SEKRETARIS II : HAMLUDDIN
BENDAHARA : MIFTAHUL ARIF

B. DiVISI

1. DIVISI ORGANISASI
KOORDINATOR : EDDY PURWANTO
ANGGOTA : WAHID NASIRUDIN
FADLY RAHMAWAN

2. DIVISI ADVOKASI
KOORDINATOR : HARI TRI WASONO
ANGGOTA : ANDREAN SUNARYO
JUWAIR

3. DIVISI SERIKAT PEKERJA
KOORDINATOR : IMAM MUBAROK MUSLIM
ANGGOTA : DESTYAN HANDRI SUJARWOKO
RISTIKA

4. DIVISI PENGEMBANGAN USAHA
KOORDINATOR : KHOIRUL ABADI
ANGGOTA : MIHTAHUL HUDA
ERMAWAN WAHYU AJI

C. MAJELIS ETIK
1. BUDI SUTRISNO
2. YUSUF RAHAYU HADI SAPUTRA
3. IBNU SHIFA EKO YUWONO.(*)

Sekilas Sejarah Berdirinya AJI Kediri

BARANGKAT DARI DISKUSI PINGGIR JALAN

Berdirinya AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Kediri tak lepas dari pergumulan sosial dan keprihatinan para jurnalis muda yang bertugas di wilayah Eks Karesidenan Kediri, Jawa Timur dalam memandang masa depan pers nasional ke depan. Setiap saat, usai menjelankan aktifitas jurnalistik, diskusi selalu menjadi muara untuk bertukar ide dan gagasan. Mulai dari emper kantor Pos dan Giro Kota Kediri yang terletak di tepi Sungai Brantas, hingga di trotoar Jalan Dhoho sembari makan nasi pecel dan minum wedang ronde, tak lepas dari kerumunan para jurnalis muda tiap petang hingga larut malam.

Menindaklanjuti hasil sharing dan diskusi yang dilakukan secara masif dan terus-menerus oleh kawan-kawan jurnalis di Kediri selama bertahun-tahun, akhirnya pada hari Rabu, tanggal 22 Februari 2006, pukul 24.00 WIB, disepakati untuk membentuk Panitia Persiapan Pendirian Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri. Pembentukan ini diawali olah sosialisasi AJI secara lebih mendalam di Perumahan Wilis Indah II Blok H-Raya 22 Kediri.

Sosialisasi dan penyamaan persepsi tentang AJI diikuti 26 wartawan yang bertugas di wilayah Kabupaten/ Kota Kediri dan Kabupaten Tulungagung. Bertindak sebagai narasumber adalah Dwidjo Utomo Maksum (wartawan Tempo) dan Ahmad Amrullah (wartawan Metro TV). Hadir dalam pertemuan itu, Runik Sri Astuti (wartawati Kompas) yang datang sebagai teman sekaligus peninjau.

Materi yang disampaikan dua anggota AJI itu diantaranya menyangkut konsep internal dan eksternal serta kelembagaan AJI. Fokus kajian juga ditujukankepada persoalan ideologi pers, khususnya mengenai spirit anti amplop atau kerap di sebut sebagai semangat “say no to envelope”. Setelah melalui proses tanya jawab secara aktif selama kurang lebih 3 jam, 26 jurnalis yang hadir memandang perlu didirikannya AJI di Kediri. Selain sebagai organisasi profesi juga sebagai wadah perjuangan, advokasi, serta menjadi serikat pekerja pers di Kediri.

Persamaan persepsi dan paradigma itu kemudian dilanjutkan dengan pemilihan calon ketua Panitia Persiapan Pendirian AJI Kediri. Pola yang dilakukan adalah dengan metode penjaringan terbuka. Dari 26 jurnalis yang hadir, mengerucut kepada 3 nama sebagai kandidat ketua, yaitu, Hamluddin (wartawan Harian Surya), Yusuf RH Saputro (wartawan Lativi) dan Andrean Sunaryo (wartawan Radar Tulungagung).

Melalui pemilihan secara demokratis, akhirnya Hamluddin (wartawan Harian Surya) memenangkan pemilihan dengan mendapatkan 12 suara. Sedangkan Yusuf RH Saputro (wartawan Lativi) menempati posisi kedua dengan meraih 11 suara. Sementara Andrean Sunaryo (wartawan Radar Tulungagung) mendapatkan 3 suara.

Dari hasil komposisi suara itu, Hamluddin diberi amanat untuk menjadi Ketua Panitia Persiapan Pendirian AJI Kediri. Sedangkan Yusuf RH Saputro dan Andrean Sunaryo mendapat amanat untuk menjadi Wakil Ketua sekaligus menjadi koordinator sosialisasi lanjutan untuk daerah Kediri dan Tulungagung. Untuk melengkapi struktur kepanitiaan, Fadly Rahmawan (wartawan Trans TV) dipercaya sebagai sekretaris dan Hendra Setyawan (wartawan ANTV) sebagai bendahara.

Selain itu, secara teknis juga dibentuk perencana program dan persiapan kekuatan hukum yang dipercayakan kepada Edi Purwanto (wartawan Sindo), Miftahul Arif (wartawan ANTV), Nur Salam (wartawan Trans TV), Hari Tri Wasono (wartawan Lativi), Miftahul Huda (wartawan Liiur FM), Danang Sumirat (wartawan SCTV), Khoirul Abadi (wartawan RCTI), Ermawan Wahyu Aji (wartawan JTV), Afnan Subagio (wartawan Global TV), Budi Sutrisno (wartawan SCTV), M. Choirur Razaq (wartawan Radar Tulungagung), Destian Handre (wartawan Radar Tulungagung), Muchtar Efendi (wartawan RWS FM), Abdul Azis Wahyudi (wartawan Radar Tulungagung), Fendi Lesmana (wartawan Rek Ayo Rek), Joko Wiyono (wartawan Global TV), Beni Kurniawan (wartawan TPI), Wahid Nasiruddin (wartawan Harian Bangsa) dan Abdul Hakim (wartawan Radar Kediri).

Untuk mengarahkan jalannya persiapan pendirian AJI Kediri, forum memberi amanat kepada Dwidjo Utomo Maksum (Tempo) dan Ahmad Amrullah (Metro TV) sebagai SC (steering committe).

Panitia Persiapan Pendirian AJI Kediri itu dibuat sebagai bentuk amanat segera dibentuknya kepengurusan AJI Kediri melalui penyelenggaraan konferensi serta deklarasi sebagai bentuk legitimasi yuridis dan historis dari AJI Indonesia yang berpusat di Jakarta. Keputusan kawan-kawan itu diketok pada hari Kamis tanggal 23 Februari 2006, pukul 03.10 WIB dinihari.(*)