Wednesday, May 2, 2007
WARTAWAN=BURUH
Puluhan anggota AJI Kediri turun jalan
Kediri Puluhan wartawan se-Karisidenan Kediri yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri melakukan aksi unjuk rasa di alun-alun Kota Kediri. Mereka menuntut pemerintah lebih memperhatikan nasib buruh, termasuk wartawan.
Dengan membawa puluhan pamflet dan spanduk besar bertuliskan "Wartawan Juga Buruh", para wartawan yang bekerja di sejumlah media cetak, televisi, radio, dan online melakukan orasi di tepi jalan.
Dalam aksi itu, AJI Kediri menuntut perusahaan media meningkatkan kesejahteraan bagi para jurnalis. Mereka menganggap gaji yang diberikan perusahaan kepada wartawannya masih jauh dari layak. Padahal terkadang mereka juga dibebani mencari iklan untuk keberlangsungan medianya.
"Nasib wartawan di Indonesia masih jauh di bawah standard kehidupan yang layak. Perusahaan media wajib memikirkan nasib mereka. Wartawan juga buruh," kata Danang Sumirat, wartawan SCTV dalam orasinya.
Sementara itu, Beni Kurniawan, stringer TPI yang meliput wilayah Karisidenan Kediri mendesak kepada pemilik media untuk lebih memperhatikan nasib mereka. Menurut Beni, selama ini wartawan di daerah hanya dipandang sebelah mata oleh para pemilik media. Sehingga ketika ada kebijakan khusus menyangkut penggabungan sejumlah media, stringer seperti dirinya tidak ada yang mengurus.
"Kami tidak tahu lagi harus menyampaikan nasib kami kepada siapa. Dengan adanya rencana penggabungan tiga stasiun televisi, yaitu RCTI, Global TV dan TPI, saya yang selama ini membaktikan diri saya kepada TPI, sama sekali tidak mendapat posisi. Saya berharap para bos memikirkan orang kecil seperti saya," kata Beni.
Selain berorasi, para wartawan juga membagi-bagikan selebaran berisi tuntutan agar perusahaan media memperhatikan dan meningkatkan nasib para wartawan. Selain itu juga memprotes segsla bentuk pemberangusan terhadap berdirinya Serikat Pekerja Pers. (Hari Tri Wasono)
Tuesday, May 1, 2007
AKSI DAMAI MAY DAY
Puluhan Wartawan se-Eks Karesidenan Kediri Turun Jalan
* Tuntut Perbaikan Nasib
KEDIRI –RADAR- Puluhan wartawan yan tergabung di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri dari berbagai daerah liputan se-Eks Karesidenan Kediri, Selasa (1/5) turun jalan memperingati Hari Buruh Internasional (May Day), 1 Mei di alun alun Kota Kediri.
Menurut Dwijo Utomo Maksum Ketua AJI Kediri turunya wartawan di AJI dalam rangka hari buruh internasional ini merupakan saat yang tepat untuk mengingatkan negara dan pengusaha agar selalu memperhatikan hak dan kepentingan pekerja.
“Jurnalis adalah buruh. Itulah kenyataannya. Sayang, hingga kini, nasib jurnalis masih belum secerah yang diharapkan. Upah jurnalis masih jauh dari kata layak. Jika dibandingkan dengan upah jurnalis Malaysia ataupun Thailand, gaji jurnalis Indonesia hanya seperempatnya,” kata Dwijo dalam orasinya.
Ditambahkan Dwijo berdasarkan survey Dewan Pers, saat ini tersebar 829 media cetak, 2.000-an stasiun radio, dan 65 stasiun televisi. Namun, perusahaan media cetak yang berkualitas hanya 249 perusahaan atau 30%, sementara media elektronik yang layak bisnis cuma 10.
“ Dari survey tersebut jelas begitu mudah pemodal mendirikan perusahaan media, tapi tak memperhitungkan kelayakan kesejahteraan pekerjanya. Pengusaha media kerap berlindung di balik rendahnya tiras, iklan yang minim, dan lain-lain, untuk tidak menaikkan upah dan kesejahteraan pekerjanya. Celakanya pula, di Indonesia belum ada regulasi yang mengatur tentang kelayakan modal sebuah perusahaan media bisa berdiri, termasuk berapa besar perusahaan media minimal harus mengupah pekerjanya,” tambahnya.
Pendapat yang sama juga dilontarkan Fadli Rahmawan Kontributor Trans TV di wilayah Kediri yang beberapa kali mengkuti pelatihan serikat pekerja yang dilakukan AJI Indonesia.
Menurutnya berdasarkan survei AJI Indonesia pada 2005, masih ada media yang menggaji jurnalisnya Rp 200 ribu sebulan. Sebuah angka yang masih sangat jauh dari upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Akibatnya, mutu liputan jadi asal-asalan, dan banyak jurnalis yang terjebak di dalam pusaran amplop.
“ Padahal menurut survei AJI Jakarta tahun 2006, upah layak minimum jurnalis Jakarta sebesar Rp 3,1 juta. Tentu jumlah tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi inflasioner saat ini. Angka ini bukanlah angka yang muluk. Jurnalis bisa meraihnya dengan cara perjuangan bersama. Solidaritas, berorganisasi, berserikat adalah kuncinya,” katanya
Dari catatan AJI Kediri perjuangan jurnalis melalui serikat pekerja, harus diakui, membutuhkan stamina yang panjang. Tak jarang terjadi manajemen menghalangi sikap kritis jurnalisnya. Tindakan anti-serikat masih kental terasa di beberapa media. Padahal hak berserikat dilindungi oleh Undang-Undang 21/2000 tentang Serikat Buruh/Pekerja.
Contoh telanjang yang bisa kita lihat adalah pemecatan jurnalis Kompas, Bambang Wisudo, Desember silam. Pendepakan Wisudo yang tak lain adalah sekretaris Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK), sangat kental beraroma pemberangusan aktivitas serikat pekerja (union busting). Wisudo dimutasi ke Ambon—sementara Syahnan Rangkuti (ketua PKK) dimutasi ke Padang—setelahbeberapa waktu sebelumnya PKK berhasil mendesak manajemen Kompas untuk memberikan deviden saham karyawan sebesar 20%
Dalam aksi yang digelar pukul 07.00 WIB dan diikuti oleh 50 wartawan AJI Kediri tersebut dikawal puluhan aparat keamanan ini juga mengeluarkan 7 pernyataan sikap. Antara lain Menolak segala bentuk penindasan dan pelanggaran terhadap hak-hak buruh seperti dijamin dalam kesepakatan ILO (International Labour Organization). Kedua negara dan pengusaha menjamin buruh menyampaikan aspirasi dalam koridor hukum
Ketiga, mendukung semua perjuangan kaum buruh menuntut kehidupan yang lebih baik. Keempat, kebebasan berserikat di media, kelima mengecam segala bentuk tindakan yang ditujukan untuk memberangus keberadaan Serikat Pekerja Pers. Keenam menghimbau agar media memberi upah layak kepada jurnalis agar jurnalis bisa profesional dan tidak terjebak menjadi wartawan amplop dan yang terakhir menghimbau seluruh pekerja media bersatu. (aro)
SBGN Akhirnya Hanya Gelar Doa Bersama
SEMENTARA ITU, Serikat Buruh Gema Nusantara (SBGN) Unit PT Gudang Garam Tbk yang rencanannya akan menggelar aksi terkait hari buruh internasional akhirnya gagal melakukan aksi, karena perusahaan rokok terbesar di Indonesia ini tidak mengijinkan.
Sebagai gantinya mereka menggelar doa bersama di sekretariat SBGN di Unit III PT GG Tbk. Menurut Imam Musthofa Ketua SBGN meski tidak turun jalan dan hanya melakukan doa bersama ia berharap hak-hak buruh tetap diperhatikan oleh perusahaan. Sebab tanpa buruh perusahaan tidak bisa jalan demikian juga sebaliknya,” Namun perlu diingat buruh bukanlah sapi perahan,” katanya. (aro)
Subscribe to:
Posts (Atom)